Yapss…
rasanya gak aneh kalo dengan Bojonegoro Banjir. Bisa dibilang Banjir adalah
tamu tahunan masyarakat Bojonegoro yang tinggal di pinggiran Aliran Sungan
Bengawan Solo. Banjir menenggelamkan jalan-jalan desa, rumah dan perabot di
dalamnya, juga area persawahan. Seperti yang saya lihat saat perjalanan ke
Kecamatan Malo 17/12/2013 lalu. Berhektar-hektar area sawah yang baru di Tanami
tak kelihatan sedikitpun batang padinya karena tenggelam banjir.
Miris
memang, masyarakat yang hanya bermata pencaharian sebagai petani musti menerima
kenyataan gagal tanam karena banjir menyapa daerah mereka. Namun kini
masyarakat Bojonegoro sudah pandai bersahabat dengan banjir. Para petani sudah
pandai memprediksi kapan harus tanam dan kapan harus mencari pekerjaan
sampingan saat sawah tak bisa jadi tempat mereka mencari nafkah.
Menangani
masalah banjir tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena banjir
penangannya harus Total dari Hulu sampai Hilir. Harus bener-bener ada niat
kompak dan berkesinambungan sepanjang daera aliran sungai bengawan Solo.
Mungkin
Bendungan-bendungan bisa sedikit mengurangi bahaya banjir. Tapi alangkah lebih
bijaksana kalo kita sebagai manusia berintrospeksi diri. “apa yang terjadi
adalah karena ulah tangan manusia juga”. Jadi plis dech STOP penebangan hutan
secara liar, STOP pencurian kayu seberapapun butuhnya uang. Janganlah meursak
alam, kalo tidak ya seperti ini. Fenomena Bojonegoro banjir tidak akan selesai.
Dan
untuk mengimbangi masalah pencurian kayu atau penebangan hutan sembarangan,
mungkin mulai sekarang bisa dimulai reboisasi. Membuatan hutan-hutan kota
seperti Urban Forest di Solo yang pernah saya temui dan ikut menanam pohon
bersama disana. Mungkin hal iku jauh lebih efektif untuk menanggulangi banjir
meski sedikit harus bersabar menunggu pohon-pohon itu besar, setidaknya
manfaatnya akan jauh lebih maksimal. Dari pada harus menyalahkan sana-sini.
Dan
satu yang harus dipahami, gak akan ada tukang angkut barang pakai gerobak kalo
tidak ada banjir. Tidak ada pula orang yang ikhlas berbaik hati menyumbangkan
nasi bungkus jika tidak ada banjir. So… mulailah berprasangka baik dengan si
banjir. Sesungguhnya itu juga jalan kita untuk memperbanyak amal dan ibadah. Dan
buat korban banjir ssabar, ikhlas dan yakinlah dibalik kesusahan akan ada
kemudahan. Bojonegoro milik kita bersama, saat kalian menjadi korban banjir
sebisa mungkin kita akan membantu baik secara materi atau semangat dan do’a.
Lihatlah
hamparan hijaunya area persawahan yang luas ini. Satu sisi mungkin banjir dan
gagal, tapi sisi lain…??? Subhanalloh Gemah ripah loh jinawi. Maka nggak salah
kalo Bojonegoro sebagai lumbung pangan dan energy negeri. Jadi tunggu apa lagi,
bangkitlah kawan. Banjir bukan segalanya, banjir adalah ketukan kecil supaya
kita tetap menginyat dan mencintaiNya. Tuhan sang maha Pencipta Alam. Semangat
Bojonegoro Matoh, Semangat bersahabat kemudian mengatasi banjir dan terus berkarya.
Posting Komentar
*Terimakasih... atas Kunjungannya... ^_^
Salam Persahabatan yaaa.... *_*