Lima Tahap Pemahaman Geometri
1. Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa baru mengenal bangun-bangun geometri, misalnya; bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Saat kita hadapkan pada sejumlah bangun-bangun geometri, anak-anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga. Namun pada tahap pengenalan ini anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya. Dan seorang Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan. Jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut, dan anak hanya menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.
2. Tahap Analisis
Jika pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, tidak demikian pada tahap Analisis. Pada tahap Analisis anak sudah dapat memahami dan mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Namun anak pada tahap ini belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri yang lainnya.
3. Tahap Pengurutan
Pada tahap pengurutan pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat. Dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, siswa sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Dan pada tahap ini anak sudah mulai mampu melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik.
4. Tahap Deduksi
Pada tahap deduksi anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif.
Contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360o. Secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° itupun belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, kemungkinan keliru dalam mengukur sudut-sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika.
5. Tahap Keakuratan
Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap keakuratan anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori yang dikemukakan Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut:
Tiga unsur yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan cara berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
FASE-FASE PEMBELAJARAN GEOMETRI
Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti. Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar adalah suatu proses yang diskontinue, yaitu ada tahap-tahap dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara kualitatif.
2. Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat yang lanjut dalam hirarki van Hiele, dimana harus menguasai sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang siswa tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase pembelajaran.
3. Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari sesuatu yang intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar, gambar-gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi seseorang yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat-sifat itu.
4. Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat mengikuti yang lain.
Menurut Van Hiele (dalam Ismail, 1998), kenaikan dari tingat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan mengenai pengharapan. Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Anak-anak sendiri akan menentukan kapan saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, maka ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu.
Fase-fase pembelajaran tersebut adalah:
Fase Informasi
Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Objek yang dipelajari adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.
Fase Orientasi
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi empat. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.
Fase Penjelasan
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.
Fase Orientasi Bebas
Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.
Fase Integrasi
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
Posting Komentar
*Terimakasih... atas Kunjungannya... ^_^
Salam Persahabatan yaaa.... *_*